SELAMAT DATANG DI EMBUNG KEMUGE

selamat datang di embung kemuge

Kamis, 14 Oktober 2010

Pemerintah Daerah Tidak Siap

Pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Danny Hilman Natawidjaja, menyarankan pemerintah daerah dan masyarakat di Mentawai, Padang, Bengkulu, dan daerah kawasan barat Sumatera lainnya agar segera melakukan tindakan antisipatif untuk menghadapi kemungkinan gempa besar di kawasan Mentawai, Sumatera Barat. Gempa ini kemungkinan juga akan diikuti tsunami.
Menurut Danny, bencana gempa yang terjadi di kawasan Nias, Sumatera Utara, Senin dua pekan lalu, itu dipicu oleh gempa di Aceh 26 Desember 2004. Kini ribuan penduduk di Kepulauan Mentawai memilih mengungsi dan tidur di perbukitan karena takut terjadi gempa dan tsunami susulan. Di Sikakap, Pulau Pagai, hingga Selasa pekan lalu masyarakat masih mengungsi di bukit, bahkan sebagian menginap di pekuburan umum.
Di Sikabaluan, Siberut Utara, penduduk dikabarkan mengungsi ke bukit yang jauhnya lima kilometer lebih dari tempat tinggal mereka. Sementara pendatang di Pulau Siberut sudah kembali ke Padang.
Untuk menghadapi kemungkinan bahaya gempa dan tsunami di Sumatera Barat, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sedang membentuk pusat krisis dengan bantuan fasilitas dari pemerintah Prancis. Pusat krisis ini akan menjadi pusat informasi, pengendalian, pemantauan untuk mengantisipasi bahaya gempa dan tsunami, serta bencana alam lainnya di Sumatera Barat. Pusat krisis ini akan dikelola Satkorlak Sumatera Barat.
Bantuan Prancis itu antara lain berupa peralatan komunikasi, termasuk EWS (early warning system) atau sistem peringatan dini, database resources, hingga pembuatan call center. Selain itu, Prancis juga membantu pelatihan sumber daya manusia dan memberikan dana operasional selama dua tahun. Pusat krisis akan dibangun Mei nanti.
Meskipun sarana itu bakal dilengkapi berbagai peralatan modern, mayoritas responden jajak pendapat Tempo Interaktif tetap menilai pemerintah daerah dan masyarakat tidak akan siap mengantisipasi kemungkinan gempa besar yang berpotensi menimbulkan tsunami di Mentawai, Sumatera Barat.
Indikator Pekan Ini: Dengan alasan efisiensi, pemerintah Indonesia menyetujui pembelian rumah Duta Besar Indonesia di Jenewa, Swiss, senilai 9,6 juta franc Swiss atau setara dengan Rp 70 miliar. Rumah yang berdiri di atas lahan seluas satu hektare itu terletak di Collonge-Gellerive, sebuah kawasan elite di Jenewa.
Wakil Duta Besar Indonesia di Jenewa, Eddi Haryadi, mengatakan selain akan ditempati Kepala Perwakilan Tetap Indonesia di PBB dan Ketua Komisi Hak Asasi Manusia PBB Makarim Wibisono, rumah itu dianggap cocok untuk pertemuan dan lobi.
Menurut Anda, tepatkah efisiensi dijadikan alasan pemerintah Indonesia membeli rumah di Jenewa itu? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar